Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah
Ikterus neonatorum. Ikterus
neonatorum yaitu keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus
pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila
kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, & Usman,
2008). Ikterus selama usia minggu pertama
terdapat pada sekitar 60% bayi cukup
bulan dan 80% bayi preterm.
Ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus)
merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki
angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa
cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup (Sukadi, 2002). Ensefalopati bilirubin (kernikterus)
yaitu manifestasi klinis yang
timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis
dan beberapa nuklei batang otak (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, & Usman, 2008).
Di Amerika Serikat, dari 4
juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam
minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah
sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan
75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya (Juffri,
Oswari, Arief, & Rosalina, 2012).
Kejadian ikterus pada bayi aterm di beberapa rumah sakit di
Indonesia bervariasi antara 13,7-85% (Suistijono, Gebyarani, Udin, Corebima, & Lintang K, 2011). Tahun 2003 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar
bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan
sebanyak 85% bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan
23,8% mempunyai kadar bilitubin ≥13 mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan
prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30%
pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002 (HTA, 2004).
Penanganan
ikterus neonatorum dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan jenisnya.
Untuk ikterus neonatorum patologis akan ditangani dengan beberapa cara, yaitu:
pemberian obat, transfusi tukar darah (exchange
transfusion), dan fototerapi yang dilakukan selama 2 x 24 jam sampai 3 x 24
jam di rumah sakit (Puspitosari, Sumarno, & Susatia, 2006). Di RSUD Banyumas
penanganan bayi-bayi dengan hiperbilirubin ialah dengan fototherapi. Durasi
dilakukannya fototherapi ialah selama 24 jam non-stop, kemudian setelah 24 jam
fototherapi akan dimatikan dan dicek kembali kadar bilirubin. Jika kadar
bilirubin masih di atas normal, maka akan dilanjutkan fototherapi namun jika
kadar bilirubin sudah normal maka fototherapi akan dihentikan.
Banyak
ibu yang merasa khawatir akan keadaan bayinya yang mengalami ikterus/Jaundice,
terutama saat bayinya dilakukan fototerapi. Para ibu selalu menanyakan mengapa
bayinya diletakkan di bawah sinar, apakah kondisi bayi saya membahayakan. Menanggapi
pertanyaan tersebut, perawat harus mampu menjelaskan dengan baik dan tidak
membuat ibu bertambah khawatir. Dalam pemberian penjelasan terkait
hiperbilirubin dan penanganannya akan lebih baik jika menggunaka suatu media.
Salah satu media yang dapat digunakan ialah booklet. Oleh sebab itu,
penulis menyusun booklet ini agar dapat
membantu para ibu lebih mengetahui kondisi bayinya terkait hiperbilirubin dan
penanganannya yang tepat.
Apa itu
Jaundice?
Jaundice adalah Peningkatan kadar
bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Biasanya menyebabkan kulit bayi,
mata dan mulut berwarna kuning. Warna kuning ini disebabkan oleh bilirubin.
Apa itu Bilirubin?
Bilirubin dibuat ketika tubuh
melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua. Ini merupakan proses normal yang
terjadi seumur hidup kita. Setelah itu bilirubin menuju ke usus dan ginjal lalu
ke seluruh tubuh. Jika terlalu banyak bilirubin yang dilepaskan ke seluruh
tubuh bayi, maka itu dapat menyebabkan warna kuning yang disebut Jaundice.
Apakah jaundice atau penyakit kuning bayi berbahaya?
Sakit kuning pada umumnya
tidak membahayakan bayi. Jaundice atau penyakit kuning bayi bahkan menyerang
50% bayi yang baru lahir, akan tetapi akan hilang dengan sendirinya pada saat
bayi berusia dua pekan. Tindakan khusus akan dilakukan jika kadar bilirubin
meningkat dengan tajam, akan tetapi Anda jangan khawatir sebab penanggulangan
penyakit yang juga disebut sebagai bayi kuning ini sangat sederhana yaitu
melalui terapi cahaya.
Kenapa Bayi bisa terkena Jaundice?
Siklus sel darah merah pada bayi lebih
pendek jika dibandingkan dengan orang dewasa. Ini berarti banyak bilirubin yang
dilepaskan melalui organ hati bayi. Kadang-kadang hati bayi belum cukup matang
untuk mengatasi jumlah bilirubin yang berlebih.
Jaundice terjadi ketika organ hati bayi
tidak bisa menghilangkan bilirubin dari darah secara cepat. Bilirubin yang
berlebih yang tidak dapat keluar dari tubuh kemudian berkumpul pada kulit dan
bagian putih pada bola mata.
Jenis-jenis penyakit kuning?
Secara
umum penyakit kuning bayi dibedakan atas:
- Jaundice atau penyakit kuning bayi normal,
disebut juga jaundice fisiologis. Jenis ini disebabkan pada saat bayi baru
lahir kemungkinan besar terjadinya proses perombakan sel-sel darah merah dan
perlambatan produksi bilirubin akibat fungsi hati yang belum normal. Penyakit
kuning jenis ini terlihat saat bayi berusia 2-3 hari dan terlihat cukup jelas
pada usia 4-5 hari, namun dengan sendirinya akan menghilang pada saat bayi
mulai menginjak usia dua pekan.
- Jaundice atau penyakit kuning bayi yang disebabkan
karena golongan darah ibu dan anak yang berbeda.
Ketidakcocokan golongan darah ini terjadi jika ibu memiliki resus negatif
sedangkan bayinya beresus positif. Jaundice tipe ini berpeluang meningkatkan
kadar bilirubin sehingga diperlukan penanganan yang khusus.
- Breastfeeding
jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu
(ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari
kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan
pengobatan.
- Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang
ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya
bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang
mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama
dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
Bagaimana ciri-ciri bayi yang
terkena Jaundice?
Anda harus melihat perubahan warna pada
kulit bayi anda. Anda juga harus mengecek bagian putih bola mata bayi dan
bagian mulut bayi anda yang berwarna merah muda. Jika itu berwarna kekuningan
mungkin bayi anda terkena Jaundice.
- Diperiksa di cahaya terang/cahaya sinar
matahari
- Dideteksi dengan meregangkan kulit
dengan penekanan jari
- Timbul dari arah kepala ke kaki
Kapan menghubungi dokter?
Segera
hubungi dokter bila bayi tampak kuning:
- Timbul segera dalam 24 jam pertama
kelahiran,
- Kuning menetap lebih dari 8 hari pada
bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi prematur,
- Pada observasi di rumah bayi tampak
kuning yang sudah menyebar sampai ke lutut/siku atau lebih,
- Tinja berwarna pucat
Segera
bawa bayi ke unit gawat darurat rumah sakit bila:
- Jika ibu/pengasuh melihat bayi tampak
sakit (menolak untuk minum, tidur berlebihan, atau lengan dan kaki lemas) atau
bila suhu tubuh lebih dari 37,50
- Jika bayi tampak mengalami kesulitan
bernapas
Penanganan kuning pada bayi baru lahir?
1. Penanganan sendiri di rumah
- Berikan ASI yang cukup (8-12 kali
sehari) atau sesering mungkin.
- Sinar matahari dapat membantu memecah
bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan
jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi
tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari
langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit
tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu
bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai
kedinginan
2. Terapi medis
- Dokter
akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai
tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur.
Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk
menembus kulit bayi dan akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih
mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat
untuk melindungi mata.
- Jika terapi sinar yang standar tidak
menolong untuk menurunkan kadar bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada
selimut fiber optic atau terapi sinar
ganda/triple akan dilakukan (double/triple
light therapy).
- Jika gagal dengan terapi sinar maka
dilakukan transfusi tukar yaitu penggantian darah bayi dengan darah donor. Ini
adalah prosedur yang sangat khusus dan dilakukan pada fasilitas yang mendukung
untuk merawat bayi dengan sakit kritis, namun secara keseluruhan, hanya sedikit
bayi yang akan membutuhkan transfusi tukar
Referensi
HTA. (2004). Tatalaksana
ikterus neonatorum HTA Indonesia 2004. Jakarta: Unit Pengkajian Teknologi
Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
Juffri, M., Oswari, H., Arief, S., & Rosalina. (2012). Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Kosim, M., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G., & Usman, A. (2008). Buku
ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Puspitosari, R. D., Sumarno, & Susatia, B. (2006, Desember 3).
Pengaruh paparan sinar matahari pagi terhadap penurunan tanda ikterus pada
ikterus neonatorum fisiologis. Jurnal Kedokteran Brawijaya, XXII(3),
131-140.
Suistijono, E., Gebyarani, I., Udin, M. F., Corebima, B., & Lintang K,
S. (2011, Agustus 26). The role of demographic, clinical and laboratory
characteristics in infant with hyperbilirubinemia. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 191-195.
Sukadi. (2002). Diktat kuliah perinatologi: ilmu kesehatan anak.
Fakultas kedokteran universitas padjajaran. Bandung: Rumah Sakit Hasan Sadikin.