Senin, 06 Juli 2015

“KUNING/JAUNDICE PADA BAYI”

“KUNING/JAUNDICE PADA BAYI”




PENDAHULUAN
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah Ikterus neonatorum. Ikterus neonatorum yaitu keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, & Usman, 2008).  Ikterus selama usia minggu pertama terdapat pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi preterm.
Ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus) merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (Sukadi, 2002). Ensefalopati bilirubin (kernikterus) yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa nuklei batang otak (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, & Usman, 2008).
Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya (Juffri, Oswari, Arief, & Rosalina, 2012).
Kejadian ikterus pada bayi aterm di beberapa rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 13,7-85% (Suistijono, Gebyarani, Udin, Corebima, & Lintang K, 2011).  Tahun 2003 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar bilitubin ≥13 mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002 (HTA, 2004).
Penanganan ikterus neonatorum dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan jenisnya. Untuk ikterus neonatorum patologis akan ditangani dengan beberapa cara, yaitu: pemberian obat, transfusi tukar darah (exchange transfusion), dan fototerapi yang dilakukan selama 2 x 24 jam sampai 3 x 24 jam di rumah sakit (Puspitosari, Sumarno, & Susatia, 2006). Di RSUD Banyumas penanganan bayi-bayi dengan hiperbilirubin ialah dengan fototherapi. Durasi dilakukannya fototherapi ialah selama 24 jam non-stop, kemudian setelah 24 jam fototherapi akan dimatikan dan dicek kembali kadar bilirubin. Jika kadar bilirubin masih di atas normal, maka akan dilanjutkan fototherapi namun jika kadar bilirubin sudah normal maka fototherapi akan dihentikan.
Banyak ibu yang merasa khawatir akan keadaan bayinya yang mengalami ikterus/Jaundice, terutama saat bayinya dilakukan fototerapi. Para ibu selalu menanyakan mengapa bayinya diletakkan di bawah sinar, apakah kondisi bayi saya membahayakan. Menanggapi pertanyaan tersebut, perawat harus mampu menjelaskan dengan baik dan tidak membuat ibu bertambah khawatir. Dalam pemberian penjelasan terkait hiperbilirubin dan penanganannya akan lebih baik jika menggunaka suatu media. Salah satu media yang dapat digunakan ialah booklet. Oleh sebab itu, penulis  menyusun booklet ini agar dapat membantu para ibu lebih mengetahui kondisi bayinya terkait hiperbilirubin dan penanganannya yang tepat.

Apa itu Jaundice?
Jaundice adalah Peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Biasanya menyebabkan kulit bayi, mata dan mulut berwarna kuning. Warna kuning ini disebabkan oleh bilirubin.

Apa itu Bilirubin?
Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua. Ini merupakan proses normal yang terjadi seumur hidup kita. Setelah itu bilirubin menuju ke usus dan ginjal lalu ke seluruh tubuh. Jika terlalu banyak bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh bayi, maka itu dapat menyebabkan warna kuning yang disebut Jaundice.

Apakah jaundice atau penyakit kuning bayi berbahaya?
Sakit kuning pada umumnya tidak membahayakan bayi. Jaundice atau penyakit kuning bayi bahkan menyerang 50% bayi yang baru lahir, akan tetapi akan hilang dengan sendirinya pada saat bayi berusia dua pekan. Tindakan khusus akan dilakukan jika kadar bilirubin meningkat dengan tajam, akan tetapi Anda jangan khawatir sebab penanggulangan penyakit yang juga disebut sebagai bayi kuning ini sangat sederhana yaitu melalui terapi cahaya.

Kenapa Bayi bisa terkena Jaundice?
Siklus sel darah merah pada bayi lebih pendek jika dibandingkan dengan orang dewasa. Ini berarti banyak bilirubin yang dilepaskan melalui organ hati bayi. Kadang-kadang hati bayi belum cukup matang untuk mengatasi jumlah bilirubin yang berlebih.
Jaundice terjadi ketika organ hati bayi tidak bisa menghilangkan bilirubin dari darah secara cepat. Bilirubin yang berlebih yang tidak dapat keluar dari tubuh kemudian berkumpul pada kulit dan bagian putih pada bola mata.

Jenis-jenis penyakit kuning?
Secara umum penyakit kuning bayi dibedakan atas:
  1. Jaundice atau penyakit kuning bayi normal, disebut juga jaundice fisiologis. Jenis ini disebabkan pada saat bayi baru lahir kemungkinan besar terjadinya proses perombakan sel-sel darah merah dan perlambatan produksi bilirubin akibat fungsi hati yang belum normal. Penyakit kuning jenis ini terlihat saat bayi berusia 2-3 hari dan terlihat cukup jelas pada usia 4-5 hari, namun dengan sendirinya akan menghilang pada saat bayi mulai menginjak usia dua pekan.
  2. Jaundice atau penyakit kuning bayi yang disebabkan karena golongan darah ibu dan anak yang berbeda. Ketidakcocokan golongan darah ini terjadi jika ibu memiliki resus negatif sedangkan bayinya beresus positif. Jaundice tipe ini berpeluang meningkatkan kadar bilirubin sehingga diperlukan penanganan yang khusus.
  3. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
  4. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu. 

Bagaimana ciri-ciri bayi yang terkena Jaundice?
Anda harus melihat perubahan warna pada kulit bayi anda. Anda juga harus mengecek bagian putih bola mata bayi dan bagian mulut bayi anda yang berwarna merah muda. Jika itu berwarna kekuningan mungkin bayi anda terkena Jaundice.
  • Diperiksa di cahaya terang/cahaya sinar matahari
  • Dideteksi dengan meregangkan kulit dengan penekanan jari
  • Timbul dari arah kepala ke kaki 

Kapan menghubungi dokter?
Segera hubungi dokter bila bayi tampak kuning:
  • *     Timbul segera dalam 24 jam pertama kelahiran,
  • *     Kuning menetap lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi prematur,
  • *     Pada observasi di rumah bayi tampak kuning yang sudah menyebar sampai ke lutut/siku atau lebih,
  • *     Tinja berwarna pucat

Segera bawa bayi ke unit gawat darurat rumah sakit bila:
  • *     Jika ibu/pengasuh melihat bayi tampak sakit (menolak untuk minum, tidur berlebihan, atau lengan dan kaki lemas) atau bila suhu tubuh lebih dari 37,50
  • *     Jika bayi tampak mengalami kesulitan bernapas


Penanganan kuning pada bayi baru lahir?
1. Penanganan sendiri di rumah
  • Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari) atau sesering mungkin.
  • Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan

2. Terapi medis

  • Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata.
  • Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar ganda/triple akan dilakukan (double/triple light therapy).
  • Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfusi tukar yaitu penggantian darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan dilakukan pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis, namun secara keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi tukar


Referensi

HTA. (2004). Tatalaksana ikterus neonatorum HTA Indonesia 2004. Jakarta: Unit Pengkajian Teknologi Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
Juffri, M., Oswari, H., Arief, S., & Rosalina. (2012). Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Kosim, M., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G., & Usman, A. (2008). Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Puspitosari, R. D., Sumarno, & Susatia, B. (2006, Desember 3). Pengaruh paparan sinar matahari pagi terhadap penurunan tanda ikterus pada ikterus neonatorum fisiologis. Jurnal Kedokteran Brawijaya, XXII(3), 131-140.
Suistijono, E., Gebyarani, I., Udin, M. F., Corebima, B., & Lintang K, S. (2011, Agustus 26). The role of demographic, clinical and laboratory characteristics in infant with hyperbilirubinemia. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 191-195.
Sukadi. (2002). Diktat kuliah perinatologi: ilmu kesehatan anak. Fakultas kedokteran universitas padjajaran. Bandung: Rumah Sakit Hasan Sadikin.