Manusia
merupakan makhluk sempurna yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Segala jenis aktivitas tubuh manusia telah terkontrol secara involunter. Salah
satu pengontrolan tersebut ialah proses bernafas atau yang biasa disebut dengan
respirasi. Sistem respirasi ini bekerja dengan melibatkan berbagai macam
mekanisme dan organ-organ. Namun, banyak pula penyakit yang dapat menterang
sistem respirasi ini, sehingga dapat mengganggu aktivitas oksigenasi. Salah
satu penyakit yang menyerang ialah membrane hialin desease. Pada paper ini akan
membahas mengenai penyakit membrane hialin desease. Selain itu pula akan
membahas mengenai mekanisme pernafasan manusia, faktor-faktor yang
mempengaruhi proses difusi di alveolus,
kemudian tentang penyakit lain yang menyerang sistem respirasi, seperti edema
paru dan Ca paru.
Pernafasan atau respirasi merupakan
suatu proses yang berperan penting dalam pengambilan dan pengeluaran gas dalam
tubuh manusia. Mekanisme ini dikenal sebagai mekanisme ekspirasi dan inspirasi.
Terdapat beberapa persarafan yang berperan dalam proses respirasi, yaitu saraf medula
oblongata (nervus frenikus, untuk kontraksi dan relaksasi diafragma,
intercostalis eksternus untuk mengembang atau mengempis paru), saraf otonom
(simpatis dan parasimpatis, untuk vasokontriksi dan vasodilatasi bronkus), dan
pons ( pnemoutaksis dan apneustik untuk ekspirasi maupun inspirasi). Kemudian
otot yang berperan ialah, ketika inspirasi otot yang berperan ialah
m.sternokludemasteudeus, m.seratus anterior, m. Skalenus dan abdominal. Pda
saat ekspirasi, otot yang berperan ialah m.intercostalis internus, m.obliqus,
m.transversus, m.rectus abdominal (Sheerwood, 2001).
Tahapan inspirasi antara lain :
udara à
medula oblongata à nervus frenikus à
kontraksi diafragma à intercostalis ekternus à
rongga paru mengembang à saraf simpatis à
vasodilatasi bronkus à pons à saraf apneustik
à
uadara luar masuk ke paru-paru. Sedangkan untuk ekpirasi ialah udara dalam paru
à
medula oblongata à saraf nervus frenikus à
relaksasi diafragma à intercostalis eksternus à
rongga paru mengempis à saraf parasimpatis à
vasokonstriksi bronkus à pons à sarap
pneumonistik à
udara dalam paru keluar (Ganong, 2008).
Ketika udara telah masuk ke dalam
alveolus, maka akan terjadi proses difusi antara alveolus dan kapiler. Proses
difusi ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain ketebalan dinding
alveolus, jarak antar molekul, genetik, kurangnya surfaktan, pneumothoraks,
perfusi aliran darah, serta lingkungan.
Alveolus merupakan sebuah kantong
yang berperan dalam menampung udara yang telah dihirup (Syaifudin, 2006). Ketika alveoli tidak dapat terbuka
maka udara yang telah dihirup tidak dapat ditampung oleh alveoli.
Ketidakmampuan alveoli untuk terbuka ini disebabkan karena kurangnya surfaktan.
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan
gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak. Keadaan tersebut dikenal sebagai hyalin
membrane desease atau sindrom gawat pernanafasan (SGP). SGP ini terjadi
pada bayi, terutama pada bayi prematur. Hal ini dikarenkaan surfaktan
dihasilkan oleh paru-paru yang matang, yaitu pada kehamilan 34-37 minggu.
Sedangkan pada bayi prematur, surfaktan belum dihasilkan sehingga lama-kelamaan
alveolus akan kaku (Lubis, 1998).
Selain karena premature, etioogi terjadinya membrane hyalin disease ialah
Diabetes, Toxemia, Hipotensi, SC, Perdarahan antepartum, sebelumnya melahirkan
bayi dengan PMH (Nn, 2007).
Patogenesis dari penyakit ini ialah karena
maturitas fisik à defisiensi surfaktan à
kolaps alveoli à terganggunya ventilasi à
hipoksia à
oksigenasi jaringan menurun à metabolisme anaerobik à
penimbunan laktat à asidosis respiratorik dan metabolik à
kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya fibrin à
fibrin dan jaringan nekrotik membentk membran à membrane hyalin
disease (Nn, 2007).
Selain
hyalin membrane disease, terdapat
pula penyakit paru lain yaitu edema paru dan Ca paru. Edema paru merupakan
penimbunan cairan serosa secara berlebihan dalam ruang interstisial dan
alveolus paru (Price & Wilson, 2006).
Penyebab terjadinya edema paru
ialaha karena adanya kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit jantung
arteriosklerotik dan atau stenosis mitralis. Selain hal tersebut, edema paru
juga dapat terjadi karena beberapa sebab lain, misalnya karena ada peningkatan
afterload (pressure overload), peningkatan preload (volume overload), dan juga
gangguan kontraksi miokardium (Ningrum, 2009).
Berdasarkan
penjelasan di atas bahwa edema paru disebabkan karena kegagaln ventrikel kanan
untuk memompa à
afterload ↓ à
masih ada sisa darah di ventrikel kanan à vena pulmonalis
tetap mengalirkan darah ke atrium kiri à penumpukan
darah di atrium kiri à darah kembali ke paru à
edema paru (Smeltzer, 2002).
Kemudian Ca paru, ada tiga faktor
yang menyebabkan peningkatan insiden Ca paru, yaitu merokok, bahaya industri,
dan polusi udara. WHO menggolongkan Ca pru menjadi 13 tipe, yaitu karsinoma
epidemoid, karsinoma sel kecil, adenokarsinoma, karsinoma sel basal, gabungan
adenokarsinoma dan epidemoid, tumor karsinoid, tumor kelenjar bronkila, tumor
papilaris, dari epitel permukaan, tumor campuran dan karsinosarkoma, sarkoma,
tak terklaisfikasi, mesotelioma, dan melanoma (Price & Wilson, 2006).
Patofisiologi dari Ca ini sendiri
ialah awalnya menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal
dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan
ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala
yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Arisandi,
2008).
Kemudian penyakit paru lainnya ialah
hemathopneneumothoraks, yaitu terakumulasinya udara dan darah dalam cavum
pleura. Komplikasi yang akan ditimbulkan dari penyakit ini ialah, pendarahan,
terganggunya difusi oksigen, dan juga gangguan ventilasi yang akan
mengakibatkan dispneu (Price & Wilson, 2006).
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa proses inspirasi berlangsung ketika diafragma kontraksi,
rongga dada mengembang, dan juga melibatkan sistem saraf untuk
mengendalkannnya. Terdapat berbagai macam penyakit pada sistem respirasi antara
lain hyalin membrane disease yang biasanya terjadi pada bayi karena tidak
terbukanya alveoli. Sealin itu juga ada edema paru, yaitu terakumulasinya
cairan dalam paru yang biasanya diakibatkan karena gangguan pada vnetrikel
kanan. Selain itu ada Ca paru, yang terjadi karena adanya polutan. Dan terakhir
ada hematopneumothoraks, yaitu terakumulasinya darah dalam cavum pleura.
Refferensi
Arisandi,
Defa. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru. Sekolah
Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah. Pontianak
Ganong, W. F. (2008). Buku ajar fisiologi
kedokteran . Jakarta: EGC.
Lubis,
H. N. (1998). Penyakit membran hialin. Aceh timur: Cermin Dunia
Kedokteran.
Ningrum.
(2009, November 26). Catatan kecil. Dipetik Maret 17, 2012, dari Word
press: http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/26/edema-paru-kardiogenik/
Nn.
(2007, Desember 6). Seputar Kedokteran. Dipetik mret 18 maret, 2012,
dari http://medlinux.blogspot.com/2007/09/penyakit-membran-hialin.html
Pikir,
B. S. (2003). Diagnosis dan pengelolaan edema paru kardiogenik akut.
Surabaya: Cermin dunia kedokteran.
Price,
S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Sheerwood,
L. (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
Smeltzer,
s. C. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Syaifudin.
(2006). Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC.